(KEMBALI) MENANTI DATANGNYA TANGGAL MERAH


.

Selalu begini. Terduduk berdua di sofa dgn menerawang jauh ke ujung ruangan, sebuah kalender kertas yg tergantung dgn digit-digit angka sebagai pengingat tanggal dan bulan. Menunggu datangnya tanggal merah selanjutnya, untuk sebatas bertatap muka, berbagi rasa secara langsung. Sehari, dua hari, seminggu, sebulan, bahkan lebih, asa terkebiri oleh jarak. Kembali menegak rutinitas nyata, dia belajar sambil bekerja, dan aku, berkutat dgn dunia akademis yg membuat kepala pening.

Tadi sempat berujar padanya, "sampai kapan kita harus menghitung tanggal? Mencari-cari tanggal merah yg tak pasti dtgnya?"
"Kapan kita bisa ketemu setiap hari, sekadar bercerita keluh kesah hari ini, saling menguatkan dgn sorotan mata yg beradu pandang?"
Yg jelas, hanya ada satu jawaban...
Sampai hari itu tiba, di mana aku dan kamu telah benar-benar menjadi manusia dewasa, hingga sanggup meronce satu demi satu manik-manik hidup kita, bukan individu. Ya, semoga kita sanggup. Tidak lagi ada sentakan-sentakan kasar dari ujung teleponmu ketika kamu melarangku bermain. Tidak ada rengekan-rengekan yg tak penting keluar dari mulutmu. Tak perlu ada cemburu ketika kamu membuka akun jejaring sosialku, toh memang tdk ada seorgpun yg pantas melebihi kamu (setidaknya bagiku).

Selamat bekerja. Semoga aku kuat dlm meniti masa depanku, agar tujuan kita lekas tercapai. Begitu juga kamu. Selamat menanti (lagi dan lagi) digit-digit merah yang tertera di kalender.

Your Reply