RIKALA PLURALITAS MENJADI ENTITAS ( part I )


.

Teracung tinggi kedua jari tengah ini untuk pedihnya kehidupan, berkabung atas matinya hati yg dikalahkan oleh dengki dan ketidakmampuan hadapi hiruk pikuk penat dunia, serentak kibarkan bendera setengah tiang simbolik kegamangan ekspektasi dan harapan...

DIsadari atau tidak, pluralitas kerap bersinggungan dengan kemajemukan, dimana latar belakang, pandangan hidup & banyak faktor lainnya menjadi prioritas utama tuk sematkan animo perbedaan sebagai jurang penghalang ke-bhinekka-an. Negara kita saja, mempunyai semboyan yang dengan gamblang mengemukakan pluralitas, dengan maksud untuk melegitimasi rakyatnya untuk menghayati, mengilhami, dan mengamini hal tsb, tapi pada aplikasi di lapangan, mengungkapkan masih minimnya peringai massa akan hal tsb.

Stabilitas masyarakat yg dibumbui "PERSAUDARAAN" seolah ter-anihilasi ke liang lahat yg sarkastik ketika "SENTIMEN" berpaut dengan "IRASIONAL". Berdebam memantik ter-visualisasikannya euforia anarki& perilaku VANDALISM sontak menjadi perpanjangan tangan-tangan yang tak mempunyai respek dan dedikasi terhadap lingkungan sekitar. Diperparah dengan kerancuan tiap personal dalam mendefinisi& menganalogikan kepluralitasan, tak heran timbul beragam cabang pemikiran yg melenceng dari pusara esensinya.

Banyak dari kelompok in-group yg menganggap diri mereka menjadi pembenaran atas segala borok yang ada, sangat fundamental dalam melakoni parodi kehidupan,tanpa mau menerima diferensiasi dan hal baru yg mereka pikir absurd dan tidak bisa dimaklumi, dan ini pula yang semakin mengesahkan kekolotan mereka.Konvensional namun irasional......

Sanubari saya tercabik, diperkosa "KENGERIAN" yang beralaskan getir dan pilu karena bergesekan akan potret horison macam ini. Paradigma saya sebagai seorang yang masih hijau menjadi berkabut, kelabu. Dan sebaiknya koar bibir ini disimpan karena tak akan didengar, bungkam dan berpangku tangan menjadi aktualisasi yang tepat, mengingat khianat makin tersirat, pembusukan dan degradasi moral smakin laknat, hancurkan sekat-sekat integritas dan perlebar gap kesenjangan sosial. Disusupi spionase "DISKRIMANSI" yg diberangus atas nama "PERBEDAAN", menggengam erat "ESTIMASI" yg komprehensif, lancarkan laju dogma-dogma pragmatis namun sdikit orthodoxial yg slalu saja berorientasikan neraka dengan embel-embel hawa surga tanpa adanya nalar jernih dan masuk akal....

Kembali katastrofa yang memang sudah lama ingin saya hindari hanya menjadi jengkal-jengkal imajiner yg mengorbit di kurva mimpi saya,yang tak kunjung merenda larik-larik kenyataan. Letih menyulam angan, belum menjadi pintalan-pintalan kenyataan, tetapi sudah tertebas belati aristokrat, bentuk tampuk sempurna absolutisme yg menunggangi rakyat melarat yang hanya bisa lapang menerima kobokan kaki pejabat...

Iritasi hati kian hebat, bercampur dengan kompleksitas elegi. bertumbukannya "EGO" &"AMBISI", liat dipadamkan amarah yang terpantik galau, terbujur kaku. Destilasi kehidupan sontak terombang ambing ketidaksigapan hadapi inisiasi suram yang digadang-gadang menjadi sebuah jalan takdir. Tanpa basa basi dan permisi, spektrum derita ini berpendar begitu cepat membakar gerbong nurani, ingin memang tumpas kekerdilan emosi hadapi kehidupan cinta saya, ya lagi lagi...

predator ekslusivitas tetaplah mengekor dan bersembunyi dibalik topeng kolektivitas personal,layaknya pencampakan deskripsi di banyak film-film kolosal yang dipacu tuk rasakan semilir sepoi tamak dan kekuasaan.....

Your Reply